A. PENGERTIAN AKUTANSI
Menurut surat
Al-Baqarah ayat 282, Allah memerintahkan untuk melakukan penulisan secara benar
atas segala transaksi yang pernah terjadi selama melakukan muamalah. Dan
menurut sejarah Pengertian akutansi adalah disebutkan muncul di Italia pada
abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli
yang menulis buku “Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita” dengan
memuat satu bab mengenai “Double Entry Accounting System”.
Dari sisi ilmu
pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti
dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai
transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos
keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba (Dapat dilihat
dalam Al-Qur’an surat A-Baqarah :282).
Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis
diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan
ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya…
Adapun faktor yang
menyebabkan terjadinya percepatan perkembangan akuntansi hingga sekarang
diantaranya adalah:
a. Adanya motivasi awal yang memaksa orang untuk mendapatkan keuntungan besar
(maksimalisasi laba = jiwa kapitalis).
b. Pengakuan pengusaha akan pentingnya aspek sosial yang berkaitan dengan
persoalan maksimalisasi laba.
c. Bisnis dilakukan dengan peranan untuk mencapai laba sebagai alat untuk
mencapai tujuan bukan “akhir suatu tujuan”.
Percepatan
pertumbuhan akuntansi tersebut tidak selamanya memberikan jalan lurus. Arus era
informasi dan globalisasi cenderung mempengaruhi perilaku masyarakat untuk
melakukan harmonisasi sesuatu. Misalnya, dalam hal pengetahuan dan praktik
akuntansi, maka upaya harmonisasi praktik-praktik akuntansi dijalankan,
termasuk kehendak untuk memberlakukan praktik akuntansi secara seragam.
Kemudian sejak
tahun 1980-an,mulai adaperhatian kuat dari para peneliti akuntansi dalam upaya
memahami akuntansi dalam penertianyang lebih luas.
Misalnya dalam kontek
social dan organisasi..akuntansi secara tradisional telah di pahami sebagai
prosedur rasional dalammenyediakan informasiyang bermanfaat untuk pengambilan
keputusan dan pengendalian. Dalam pengertian tersebut menunjukan bahwa
akuntansi tampak seperti teknologi yang kelihatan konkrit, tangible dan bebas dari
nilai massyarakat dimana dipraktekan. Tricker secara tegas menyatakan, bahwa
“(bentuk) akuntansi sebetulnya tergantungpada teknologi dan moral masyarakat. 1.Akuntansi adalah anak budaya dari masyarakat.
Beberapa definisi akuntansi diantaranya:
a. Menurut Littleton, tujuan utama dari akuntansi adalah untuk melaksanakan
perhitungan periodik antara biaya (usaha) dan hasil (operasi). Konsep ini
merupakan inti dari teori akuntansi dan merupakan ukuran yang dijadikan sebagai
rujukan dalam mempelajari akuntansi.
b. APB (Accounting Principal Board) Statement No.4 mendefinisikan sebagai
berikut: “akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan
informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi
yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, yang
digunakan dalam memilih diantara beberapa alternatif.
c. AICPA (American Institute of Certified Public Accountant) mendefinisikan
sebagai berikut: “akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan
pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transksi, dan
kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk penafsiran
hasil-hasilnya.
B. SEJARAH GAGASAN AKUNTANSI
1. Ideologi Akuntansi Islam sejak munculnya Islam sampai abad 14 Karya –karya
besar ulama’ salaf;
a) Shubul A’sya fi shinaatil insya’al qolqolshqndi.
b) Al Amwal (ibnu Ubaid).
c) Al Kharaj(Abu Yusuf),dll.
Perhatian untuk
pembukuan ini masih berjalan sesuai dengan kaidah kaidah Islam di Negara Negara
Islam sampai masuknya gerakan ghazwul fikr ke mayoritas Negara Islam terutama
setelah runtuhnya khilafah Islamiah.
2. Ideologi Akuntansi Islam pada awal abad ke -14 Runtuhnya khilafah Islamiah
serta tidak adanya perhatian dari pemikir - pemikir Islam untuk
mensosialisasikan hukum Islam ,ditambah lagi dengan dijajahnya oleh kebanyakan
negara negara kuat seperti Inggris dan Perancis sangat mempengaruhi segala
sendi muamalah , khususnya keuangan.
3. Ideologi Akuntansi Islam Di Zaman Modern (zaman Kebangkitan baru)
a) Dalam bidang riset Telah terkumpul tidak kurang dari 50 buah tesis dan
disertasi tentang akuntansi (di Al Azhar, s.d akhir ’93). Disamping itu juga
terdapat riset yang tersebar di majalah - majalah ilmiah . Proses ini terus
berlanjut sampai sekarang .
b) Dalam pembukuan Munculnya pencetus pencetus baru dengan gagasan yang segar
seperti :
• Muhaasabah zakat al maal ‘Ilman wa amalan (dr. syauqi kairo; pustaka Angola
1970)
• At takalif wa as ar fil fikri Islami (Dr. M Kamal Athaiyah 1977)
• Muhasabah az zakah ( Dr husain S Kairo : persatuan bank bank Islam sedunia
1979),dll.
a) Dalam bidang pengajaran Konsep Akuntansi Islam pertamakali masuk ke sekolah
dan perguruan tinggi di fakultas perdagangan di univ Al Azhar untuk program
paascasarjana (1976) pada 1978 di buka beberapa jurusan dalam cabang cabang
ilmu akuntansi
b) Kebangkitan Akuntansi Islam dalam seminar seminar dan lembaga riset
Banyak sekali seminar Internasional yang telah dilakukan serta riset –riset
sebagai terobosan baru sebagai bahan untuk dikaji dan didiskusikan secara
detail dan serius.Juga merupakan lapangan untuk pengembangan penafsiran –
penafsiran sekaligus menjelaskan kepada peserta seminar bahwa Islam mengandung
pokok – pokok dan undang –undang Akuntansi yang belum dibahas dan tidak
diketahui sama sekali oleh para pakar ilmu akuntansi konvensional.
c) Aspek Implementasi Munculnya lembaga –lembaga keuagan islam, asuransi islam
,perusahaan Investasi Islam dan BMT islami.
Lembaga ini sangat membutuhkan kaidah – kaidah dan UU Ak. Islam Memang telah
ada usaha aekelompok pakar akuntansi .namun usaha ini memerlukan keseriusan dan
usaha lebih lanjut .
Secara singkat jelaslah bahwa umat islam meletekkan dasar-dasar bagi
perkembangan bagi perkembangan akuntansi modern yang ada saat ini .Peranan ini
sebetulnya tidak terlepas dari pemahaman tentang teologi mereka ,yang dipahami
secara bebas dan rasional ini mereka tidak hanya mampu memberikan kontribusi
yang besar bagi akuntansi namun juga peradaban manusia .Tetapi ketika umat
Islam meninggalkan dasar – dasar teologi yang bebas dan rasional tadi ,karya
karya besar umat Islam jaman klasik diambil alih oleh bangsa Barat yang tentu
sangat kental dengan nilai nilai barat itu sendiri.C. PENGEMBANGAN AKUTANSI SYARIAH
Industri keuangan
syariah mengalami tiga dasawarsa terakhir, tidak hanya di dunia namun juga di
Indonesia. Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia telah
menunjukan peranannya dalam pengembangan industri keuangan syariah. Pemerintah
mendukung industri ini dengan mengeluarkan regulasi-regulasi yang memperlakukan
industri ini secara netral dibandingkan dengan industri keuangan konvensional,
meskipun bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di regional asia,
khusunya Malaysia, Singapura, dan negara-negara Timur Tengah, regulasi industri
keuangan syariah di Indonesia belum selengkap di negara-negara tersebut.
Untuk mengatur
akuntansi atas transaksi-transaksi keuangan syariah, Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) telah menetapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 101-108.
PSAK ini diharapkan dapat diterapkan oleh sumber daya insani (SDI) industri
keuangan syariah tanah air. Lebih lanjut Penyiapan SDI merupakan agenda besar
tersendiri yang perlu disiapkan oleh pemerintah bersama industri
keuangansyariah di Indonesia. Peran lembaga pendidikan, khususnya perguruan
tinggi sebagai institusi pencetak SDI unggul menjadi suatu yang penting untuk
terus ditingkatkan.
Nilai pertanggung
jawaban, keadilan dan kebenaran selalu melekat dalam sistem akuntansi syari’ah.
Ketiga nilai tersebut tentu saja sudah menjadi prinsip dasar yang operasional
dalam prinsip akuntansi syariah. Apa makna yang terkandung dalam tiga prinsip
tersebut? Berikut uraian yang ketiga prinsip yang tedapat dalam surat
Al-Baqarah:282. Prinsip
pertanggung jawaban, Prinsip pertanggungjawaban (accountability) merupakan
konsep yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat muslim. Pertanggungjawaban
selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah
merupakan hasil transaksi manusia dengan sang khalik mulai dari alam
kandungan.. manusia dibebani olehAllah untuk menjalankan fungsi kehalifahan di
muka bumi. Inti kekhalifahan adalah menjalankan atau menunaikan amanah. Banyak
ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang proses pertanggungjawaban manusia sebagai
pelaku amanah Allah dimuka bumi. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah
bahwa individu yang terlibat dala praktik bisnis harus selalu melakukan
pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak
yang terkait.
D. Mengenal Prinsip Akuntansi Syariah
Akuntansi
dikenal sebagai sistem pembukuan “double entry”. Menurut sejarah yang diketahui
awam dan terdapat dalam berbagai buku “Teori Akuntansi”, disebutkan muncul di
Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama
Luca Pacioli. Beliau menulis buku
“Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab
mengenai “Double Entry Accounting System”. Dengan demikian mendengar kata
”Akuntansi Syariah” atau “Akuntansi Islam”, mungkin awam akan mengernyitkan
dahi seraya berpikir bahwa hal itu sangat mengada-ada.
Namun apabila
kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di
Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah
Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin
terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan
(syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan
harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya
juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi
akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran
sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah
serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282
yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan
manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang
harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut
menyatakan “Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”
Dengan
demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu
mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M,
yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada
tahun 1494.
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba
mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran
atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account,
perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan
laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan
dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran
dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam
hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah
Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:”Sempurnakanlah takaran dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang
lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu
merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah
yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.” Kebenaran
dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga
menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba
perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan
adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari
bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah
manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa
saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya,
sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk
itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan
beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari
dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam Islam, fungsi
Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah
Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam
Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos
yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat
35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan
timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.”
Dari paparan di
atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah
Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan
permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan
sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan,
analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam
menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Dasar hukum dalam
Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan
para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat
kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah
Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah
Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan
norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi
sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Persamaan kaidah
Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai
berikut:
1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun
pembukuan keuangan;
3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan
cost (biaya);
6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran
Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau
harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud
dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam
menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan
melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang
dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu
modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di
dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash)
dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik
dan barang dagang;
3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama
kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara
untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau
nilai;
4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari
menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang
bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan
cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku
serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang,
modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam
konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal
dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib
menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha
menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh
para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra
usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika
adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada
ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah
terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk
menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Dengan demikian,
dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi Syariah Islam dengan
Akuntansi Konvensional adalah menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan segi
persamaannya hanya bersifat aksiomatis.
Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul “On Islamic
Accounting”, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri
oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam
Akuntansi Islam ada “meta rule” yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus
dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan
manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu “hanief”
yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial,
bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan
mempertanggungjawab kan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan
sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada
bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah
lainnya.
Jadi, dapat kita
simpulkan dari uraian di atas, bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu
dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian
kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional.
Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya, yang
ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah dalam Al Qur’an. “……… Dan Kami
turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
(QS.An-Nahl/ 16:89)
E. PRINSIP PERTANGGUNG JAWABAN
Merupakan konsep
yang tidak asing lagi yang berkatian dengan konsep amanah.
a). Prinsip keadilan
Prinsip keadilan tidak hanya merupakan nilai yang sngat penting dalam eitka
kehidupan social dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren
melakat dalam fitrah manusia. Berarti manusia menilai kapasitas dan energi
untuk berbuat adil dalam setiap kehidupan.
b). Prinsip kebeneran
Prinsip kebeneran tidak bias di pisahkan dari prinsip keadilan, karena
kebenaran akan menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur dan melaporkan
transaksi-transaksi ekonomi.